Sabtu, 28 Januari 2017

Seni Budaya Lokal Indonesia

Seni Budaya Lokal Indonesia

Seni bukanlah hal sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Karena dengan seni, kehidupan manusia akan lebih indah dan nyaman untuk dinikmati. kata “Budaya” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Buddayah bentuk jamak dari kata budhi yang berarti perilaku, budi atau akal. Maka, kata kebudayaan dapat diartikan sebagai bentuk yang berkaitan dengan budi pekerti dari hasil pemikiran. Kesenian termasuk dalam unsur kebudayaan. Kesenian adalah salah satu media yang paling mudah diterima dalam penyebaran agama Islam. Salah satu buktinya adalah menyebarnya agama Islam dengan menggunakan wayang kulit dan gamelan oleh Sunan Kalijaga.
Sedangkan yang dimaksud dengan tradisi adalah adat istiadat yang biasa dilakukan namun didalamnya mengandung ajaran-ajaran Islam. Makna dari seni budaya lokal yang bernafaskan Islam adalah segala macam bentuk kesenian yang berasal dan berkembang dalam masyarakat Indonesia serta telah mendapat pengaruh dari agama Islam.
Islam adalah agama yang mencintai kesenian. Karena Islam bukanlah agama yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan makhluk lain dan manusia dengan Allah Swt. Jika hubungan tersebut terjalin secara luas dan lengkap (komprehensif) serta sehat, maka seluruh aspek kehidupan umat Islam akan teratur dan Islami. Sebagaimana seni adalah perpaduan antara berbagai jenis suara, olah tubuh ataupun hal lainnya. Seni budaya dan tradisi lokal yang bernafaskan Islam sangat banyak dan memiliki manfaat terhadap penyebaran agama Islam. Untuk itulah kita sebagai generasi Islam, harus mampu mengapresiasikan diri terhadap permasalahan tersebut.
Bentuk dari apresiasi terhadap seni budaya dan tradisi tersebut adalah dengan merawat, melestarikan, mengembangkan, simpati dan menghargai secara tulus atas hasil karya para pendahulu. Saat ini, ada sebagian kelompok umat Islam yang mengharamkan dan yang membolehkan seni budaya dan tradisi yang ada. Mereka mengharamkan karena pada zaman Rasulullah Saw. tidak pernah diajarkan seni dan tradisi tersebut. Yang membolehkan dengan dasar bahwa semua tersebut adalah sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam, sebagai generasi Islam, kamu harus mampu mensikapi secara bijaksana dan penuh toleransi. Para ulama dan wali pada zaman dahulu bukanlah manusia yang bodoh dan tidak tahu hukum agama Islam/ Syariat Islam. Para ulama dan wali itu adalah orang-orang yang cerdas lahir batin dan mampu menerjemahkan pesan Islam ke dalam seni budaya dan tradisi yang ada pada masyarakat Indonesia. Sehingga dengan mudah praktek keagamaan umat Islam dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Untuk itulah perlu adanya pemahaman secara bersama, bahwa seni budaya dan tradisi tidak harus diharamkan secara total karena memang mengandung nilai-nilai keislaman.
Di bawah ini adalah beberapa contoh budaya lokal dan budaya yang bernuansa Islami:
1. Wayang
Kata “wayang” menurut bahasa berarti ”ayang-ayang” atau bayangan. Karena yang terlihat adalah bayangannya dalam kelir (tabir kain putih sebagai gelanggang permainan wayang). Bisa juga diberi penjelasan wayang adalah pertunjukkan yang disajikan dalam berbagai bentuk, terutama yang mengandung unsur pelajaran (wejangan). Pertunjukan ini diiringi dengan teratur oleh seperangkat gamelan.
Wayang pada mulanya dibuat dari kulit kerbau, hal ini dimulai pada zaman Raden Fatah. Dahulunya lukisan seperti bentuk manusia. Karena bentuk wayang berkaitan dengan syariat agama Islam, maka para wali mengubah bentuknya. Dari yang semula lukisan wajahnya menghadap lurus kemudian agak dimiringkan. Pada tahun 1443 Saka, bersamaan dengan berdirinya kerajaan Islam Demak, maka wujud wayang geber diganti menjadi wayang kulit secara terperinci satu persatu tokoh-tokohnya. Sumber cerita dalam mementaskan wayang diilhami dari Kitab Ramayana dan Mahabarata. Tentunya, para Wali mengubahnya menjadi cerita-cerita keislaman, sehingga tidak ada unsur kemusyrikan di dalamnya. Salah satu lakon yang terkenal dalam pewayangan ini adalah Jimad/Jamus Kalimasada yang dalam Islam diterjemahkan menjadi Jimad Kalimat Syahadat. Dan, masih banyak lagi istilahistilah Islam yang dipadukan dengan istilah dalam pewayangan.


b. Hadrah dan salawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Hadrah adalah salah satu jenis alat musik yang bernafaskan Islam. Seni suara yang diiringi dengan rebana (perkusi dari kulit hewan) sebagai alat musiknya, sedangkan lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu yang bernuansakan Islam, yaitu tentang pujian kepada Allah Swt. dan sanjungan kepada Nabi Muhammad Saw. Dalam menyelenggarakan pesta musik yang diiringi rebana ini juga menampilkan lagu cinta, nasihat dan sejarah-sejarah kenabian. Sampai sekarang kesenian hadrah masih eksis berkembang di masyarakat. Pada zaman sekarang, kesenian hadrah biasanya hadir ketika acara pernikahan, akikahan atau sunatan. Bahkan kesenian hadrah ini dijadikan lomba antar pondok pesantren atau antar madrasah.




c. Qasidah
Qasidah artinya suatu jenis seni suara yang menampilkan nasihat-nasihat keislaman. Dalam lagu dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang berupa nasihat-nasihat, shalawat kepada Nabi dan do’a-do’a. Biasanya qasidah diiringi dengan musik rebana. Kejadian pertama kali menggunakan musik rebana adalah ketika Rasulullah saw disambut dengan meriah di Madinah.







d. Tari Zapin
Tari Zapin adalah sebuah tarian yang mengiringi musik qasidah dan gambus. Tari Zapin diperagakan dengan gerak tubuh yang indah dan lincah. Musik yang mengiringinya berirama padang pasir atau daerah Timur Tengah. Tari Zapin biasa dipentaskan pada upacara atau perayaan tertentu misalnya: khitanan, pernikahan dan peringatan hari besar Islam lainnya.





e. Mauludan

Setiap bulan Rabi’ul Awal tahun Hijriyah, sebagian besar umat Islam Indonesia menyelenggarakan acara mauludun (pembacaan sejarah Nabi). Maksud dari acara tersebut adalah untuk mengenang hari kelahiran Rasulullah saw. Dalam acara tersebut diadakan pembacaan sejarah hidup Nabi Muhammad Saw, ada beberapa kitab/ naskah mauludan (Maulid), diantaranya yang paling terkenal adalah kitab maulid “Al-Barzanji” atau “Simtud Durar”. Puncak acara mauludan biasanya terjadi pada tanggal 12 Rabiul Awal, di mana tanggal tersebut Rasulullah saw dilahirkan. Di Aceh tradisi Mauludun adalah sebagai pengganti upeti atau pajak bagi kerajaan Turki, karena dahulu Kerajaan Aceh memiliki hubungan diplomasi yang baik dengan Turki. Intinya, Maulidan ini adalah merayakan hari ulang tahun atau hari kelahiran Nabi Muhammad Saw.







Materi Tradisi Islam di Sunda

Tradisi Islam di Sunda

1. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan.
Upacara ini biasanya diadakan pengajian, dengan membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman, dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil, dan yang utama adalah Rujak Kanistren (rujak buah) yang terdiri dari 7 macam buahbuahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang Paraji (seorang ahli medis tradisional yang menangani proses melahirkan) secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok.
Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat. Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin.
Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.



2. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung  lebih dari  sembilan bulan, bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting.
Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh Indung Beurang (tenaga tradisional dalam bidang perawatan ibu dan anak) sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah.
Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.



3. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang Paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syaikh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.



4. Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak  bertambah cantik. Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia    tujuh tahun. Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.


5. Upacara Sepitan/Sunatan.
Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari          najis. . Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu.
Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain Paraji sunat, juga diundang para tetangga, handai tolan dan kerabat. Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh Paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan di antaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba.
Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan. Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh Paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini ada pula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.




6. Cucurak
Biasanya, masyarakat Sunda rutin melakukan kegiatan makan bersama dan saling bertukar makanan atau yang sering disebut dengan Cucurak. Cucurak berasal dari kata curak-curak yang diartikan dengan kesenangan atau suka-suka. Sebenarnya cucurak tidak selalu dilakukan saat menjelang Ramadhan, cucurak juga bisa dilakukan ketika kita mendapatkan berkah seperti lulus sekolah, naik pangkat, dll. Namun dalam adat Sunda, cucurak lebih sering dilakukan untuk menyambut datangnya Ramadhan.
Acara cucurak biasanya dilakukan oleh kaum ibu yang memasak makanan yang berbeda-beda. Setelah itu, makanan dikumpulkan di masjid terdekat untuk dibagikan dan dimakan bersamasama. Tetapi, cucurak tidak selalu dilakukan dengan cara seperti itu. Orang-orang yang makan bersama dengan niat menyambut datangnya bulan Ramadhan juga sudah dapat dikatakan sebagai cucurak. Niat menyambut Ramadhan juga harus selalu diingat dalam cucurak, sebab jika hal itu dilupakan, biasanya kita akan makan sebanyak-banyaknya dan lupa dengan niat kita. Cucurak dilakukan untuk menjalin silaturrahmi dan saling memaafkan antar masyarakat.

Selain itu, cucurak juga merupakan bentuk rasa syukur terhadap rejeki yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Sebagai tradisi unik dari Sunda, jangan sampai kegiatan cucurak seperti ini hilang atau dilupakan, karena ini merupakan salah satu cara untuk menjaga kerukunan antar masyarakat. Bangga dan lestarikanlah tradisi-tradisi daerah yang telah lama dijaga oleh nenek moyang kita, agar Indonesia menjadi negara yang bukan hanya kaya dengan sumber daya alamnya, tetapi juga kaya akan tradisi-tradisinya.









Sumber : 
Buku SKI Pengangan Siswa Kelas IX Sejarah Kebudayaan Islam/Kementerian Agama,Jakarta: Kementerian Agama 2015.

Sabtu, 21 Januari 2017

Tradisi Upacara Adat di Jawa kelas IX

Tradisi dan Budaya Islam di Jawa.

Keberhasilan syiar agama di suatu daerah, tidak hanya ditentukan oleh kualitas ajaran agama itu sendiri, tetapi yang lebih penting, bagaimana ajaran itu disampaikan kepada calon pemeluknya. Di Indonesia, syiar agama termasuk proses yang unik, menarik sekaligus cukup dinamis. Meski sudah berlangsung berabad-abad lamanya seperti yang dilakukan oleh Walisongo di pulau Jawa. Walisongo masuk ke Jawa melalui akulturasi budaya Jawa dengan Islam yang menghasilkan budaya Jawa bernuansa Islami.

Di Jawa, Setiap ada musibah atau sesuatu yang menyenangkan seperti perkawinan, sakit, panen padi, menanam padi selalu mengadakan upacara selamatan. Selamatan dilakukan sebagai rasa syukur, dengan permohonan agar selalu mendapatkan keselamatan. Sebelum Islam masuk ke Jawa pelaksanaan selamatan biasanya dimulai dengan bacaan mantramantra, namun setelah Islam masuk ke Jawa, selamatan dikemas Islami, seperti dengan tahlilan, pengajian. Tradisi Jawa bernuansa Islam yang masih terpelihara hingga saat ini, di antaranya seperti:

1. Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laa ilaaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Allah Swt. (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan).
Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Buddha yaitu kenduri, selamatan, dan sesaji. Dalam agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau nasi dan lauk-pauk yang dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya semula.




2. Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw di lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud sekaten diselenggarakan pula pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekaten diarak dari keraton ke halaman masjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi sekaten.
Sekaten adalah tradisi membunyikan musik gamelan milik keraton. Pertama kali terjadi di pulau Jawa. Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada dilakukan oleh Sunan Bonang. Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi tentang agama Islam serta setiap pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain, yang pada akhirnya tradisi ini disebut dengan sekaten. Maksud dari sekaten adalah syahadatain.
Sekaten juga biasanya bersamaan dengan acara grebek maulud. Puncak dari acara sekaten adalah keluarnya sepasang Gunungan dari Masjid Agung setelah didoakan oleh ulama-ulama keraton. Banyak orang yang percaya, siapapun yang mendapatkan makanan baik sedikit ataupun banyak dari Gunungan itu akan mendapatkan keberkahan dalam kehidupannya. Beberapa hari menjelang dibukanya sekaten diselenggarakan pesta rakyat.

Penjelasan tentang Sekaten
           

Prosesi Sekaten
           


3. Gerebeg Maulud
Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awal ini Sri Sultan beserta pembesar kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan pembacaan pembacaan riwayat Nabi dan ceramah agama.





4. Takbiran
Takbiran dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampung (takbir keliling).




5. Penanggalan Hijriyah
Masuknya agama Islam ke Indonesia, secara tidak langsung membawa pengaruh pada sistem penanggalan. Agama Islam menggunakan perputaran bulan, sedangkan kalender sebelumnya  menggunakan perputaran matahari. Perpaduan antara penanggalan Islam dengan penanggalan Nama bulan dalam Islam Nama bulan dalam Jawa:  1) Muharram Sura/Suro 2) Safar Sapar/Sopar 3) Rabiul awal Mulud 4) Rabiul akhir Ba’da Mulud 5) Jumadil awal Jumadil Awal 6) Jumadil akhir Jumadil Akhir 7) Rajab Rajab 8) Sya’ban Ruwah 9) Ramadhan Pasa 10) Syawal Syawal 11) Zulqaidah Kapit 12) Zulhijjah Besar.




6. Grebek
Grebeg adalah sebuah tradisi Jawa untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebek pertama kali diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwana ke-1. Grebek dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. Grebek di Yogyakarta diselenggarakan 3 tahun sekali yaitu:
1.      pertama grebek pasa, syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr.
2.      Kedua, grebek   besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya kurban dan
3.      ketiga grebek maulud setiap tanggal 12 Rabiul awal untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad Saw. Selain kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebek adalah kota Solo, Cirebon, dan Demak.

7. Selikuran
Maksudnya adalah tradisi yang diselenggarakan setiap malam tanggal  21 Ramadhan. Tradisi tersebut masih berjalan dengan baik di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Selikuran berasal dari kata selikur atau dua puluh satu. Perayaan tersebut dalam rangka menyambut datangnya malam lailatul qadar, yang menurut ajaran Islam lailatulqadar hadir pada 1/3 terakhir bulan ramadhan.




8. Megengan atau Dandangan
Upacara untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Kegiatan utamanya adalah menabuh bedug yang ada di masjid sebagai tanda bahwa besok hari sudah memasuki bulan Ramadhan dan semua wajib melaksanakan puasa. Upacara tersebut masih terpelihara di daerah Kudus dan Semarang.




9. Suranan
Suranan dalam penanggalan Islam adalam bulan Muharam. Pada bulan tersebut masyarakat berziarah ke makam para Wali. Selain itu mereka membagikan makanan khas berupa bubur sura yang melambangkan tanda syukur kepada Allah Swt.




10. Nyadran
Istilah nyadran berasal dari kata sadran dalam bahasa Jawa yang artinya ziarah atau nyekar (bahasa Jawa), dalam bahasa Kawi dari kata sraddha yang artinya upacara peringatan hari kematian seseorang. Nyadran adalah tradisi Jawa yang bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka, dengan melakukan ziarah kubur dan mendoakan arwah mereka.
Di daerah lain nyadran diartikan sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara), kemudian bersih desa yang dilakukan dari pagi sampai menjelang dzuhur.








11. Lebaran ketupat
Lebaran ketupat disebut juga dengan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat





                                                          Video Latihan Soal 







Sumber : 

Buku SKI Siswa. Cet.ke-1 Pen. Kemenag Th. 2015)