Tradisi Islam di Sunda
1. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara
Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7
bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang
melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang
mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh
hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang
dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak
diinginkan.
Upacara ini
biasanya diadakan pengajian, dengan membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf,
surat Lukman, dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan
untuk upacara memandikan ibu hamil, dan yang utama adalah Rujak Kanistren
(rujak buah) yang terdiri dari 7 macam buahbuahan. Ibu yang sedang hamil tadi
dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang Paraji (seorang
ahli medis tradisional yang menangani proses melahirkan) secara bergantian
dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran
dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut
sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan
dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan
jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya
dibelah dengan golok.
Hal ini dimaksudkan
agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin,
seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan
manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya
mendapatkan keselamatan dunia-akhirat. Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu
hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah
dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para
tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan
talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin.
Sementara si
ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air
sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan
simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual
selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
2. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara
Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan, bahkan ada yang sampai 12
bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh
Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting.
Upacara ini
diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan
seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Pada
pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh Indung
Beurang (tenaga tradisional dalam bidang perawatan ibu dan anak) sambil membaca
doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan
mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat
seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh
anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah,
kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah.
Di kota
pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan.
3. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta
dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan,
tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke
sungai.
Bersamaan
dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat
dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan
gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui
bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi,
biasanya oleh seorang Paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat
rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan
tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan
kepada Syaikh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu
dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya. Upacara
pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang
yang berbahagia.
4. Upacara Gusaran
Gusaran adalah
meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah
agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik. Upacara Gusaran
dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara, anak
perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya
membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian Indung beurang
melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa
ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer,
kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga
dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk memasang
anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
5. Upacara Sepitan/Sunatan.
Upacara
sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis. . Anak yang telah menjalani
upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai
umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu
masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu.
Upacara
sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak usia 6 tahun.
Dalam upacara sunatan selain Paraji sunat, juga diundang para tetangga, handai
tolan dan kerabat. Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat
dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang
dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian
dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh Paraji sunat (bengkong),
banyak orang yang menyaksikan di antaranya ada yang memegang ayam jantan untuk
disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil
menyanyikan marhaba.
Bersamaan
dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut,
dan tetabuhan dibunyikan. Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam
rumah untuk diobati oleh Paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun
berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/nyecep
kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya.
Pada acara ini ada pula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek,
sisingaan atau aneka tarian.
6. Cucurak
Biasanya,
masyarakat Sunda rutin melakukan kegiatan makan bersama dan saling bertukar
makanan atau yang sering disebut dengan Cucurak. Cucurak berasal dari kata curak-curak
yang diartikan dengan kesenangan atau suka-suka. Sebenarnya cucurak tidak
selalu dilakukan saat menjelang Ramadhan, cucurak juga bisa dilakukan ketika
kita mendapatkan berkah seperti lulus sekolah, naik pangkat, dll. Namun dalam
adat Sunda, cucurak lebih sering dilakukan untuk menyambut datangnya Ramadhan.
Acara cucurak
biasanya dilakukan oleh kaum ibu yang memasak makanan yang berbeda-beda. Setelah
itu, makanan dikumpulkan di masjid terdekat untuk dibagikan dan dimakan
bersamasama. Tetapi, cucurak tidak selalu dilakukan dengan cara seperti itu.
Orang-orang yang makan bersama dengan niat menyambut datangnya bulan Ramadhan
juga sudah dapat dikatakan sebagai cucurak. Niat menyambut Ramadhan juga harus
selalu diingat dalam cucurak, sebab jika hal itu dilupakan, biasanya kita akan
makan sebanyak-banyaknya dan lupa dengan niat kita. Cucurak dilakukan untuk
menjalin silaturrahmi dan saling memaafkan antar masyarakat.
Selain itu,
cucurak juga merupakan bentuk rasa syukur terhadap rejeki yang telah diberikan
Tuhan kepada kita. Sebagai tradisi unik dari Sunda, jangan sampai kegiatan
cucurak seperti ini hilang atau dilupakan, karena ini merupakan salah satu cara
untuk menjaga kerukunan antar masyarakat. Bangga dan lestarikanlah
tradisi-tradisi daerah yang telah lama dijaga oleh nenek moyang kita, agar
Indonesia menjadi negara yang bukan hanya kaya dengan sumber daya alamnya,
tetapi juga kaya akan tradisi-tradisinya.
Sumber :
Buku SKI Pengangan Siswa Kelas IX Sejarah Kebudayaan Islam/Kementerian Agama,Jakarta: Kementerian Agama 2015.
halo pak, saya farhan kelas 93:D
BalasHapusKerjakan soal berikutnya sebgai latihan.
HapusSebelum mengerjakan soal sebaiknya baca materinya.
soal yang mana pak?
HapusSoal Penilaian harian ke-1 dan soal SKI IX Semester Genap
HapusMaterinya lengkap pak😇👍
BalasHapusTiara ratna nur kelas 93
Kerjakan soal berikutya sebagai bahan latihan penilaian ulangan harian.
HapusSoal yang mana pak ?
HapusTiara ratna nur
Soal yang mana pak ?
HapusTiara ratna nur
Bapak.. Saya sudah mengerjakan.. Dan nilainya adalah 95
HapusTiara ratna nur 93
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNabila rizqy fahira kelas 9.3
BalasHapuslukmanul hakim kelas 9,3
BalasHapusmantab jiwa pak :D
Hah?? Mantab Jiwa ?? :v
HapusMuhammad Fikri Khaikal Kelas 9.3
BalasHapuspak saya sudah mengerjakan soal latihah :D
BalasHapusLanjutkan ke latihan berikutnya ...
HapusDimas Adi Susanto 9.2 Pak :v
BalasHapusSilahkan baca materi per KD setelah itu kerjakan soal-soal tersebut.
BalasHapusbagas permana cahyadi, 9.3 :D
BalasHapusRianti alifia
BalasHapusKelas 9.3
Terimakasih pak 👍
BalasHapusHilyah alhani thohir
Kelas 9.3
Assalamualaikum Pak Saya wahyu dari 94 saya dah mengerjakan Tugas latihan nya:D
BalasHapusBLOGnya keren Pak, namun sayang sekali materi Seni Budaya dan SKI disatukan, membuat saya bingung.
BalasHapusBingung Jiwa
assalamualaikum
BalasHapuspak materi yg tradisi islam melayu nya cantumin ke blog ini geh pa...
trs buat soalnya juga biar nanti mengerjakan soal"lg:-)
assalamualaikum
BalasHapuspak materi yg tradisi islam melayu nya cantumin ke blog ini geh pa...
trs buat soalnya juga biar nanti mengerjakan soal"lg:-)